Belakangan ini ada satu keresahan yang rasanya sudah semakin mengganggu kecintaan saya terhadap sepakbola, terutama pada tim favorit saya, Manchester United. Keresahan tersebut bernama “Fantasy Football”, sebuah permainan online yang selama bertahun-tahun menjadi candu bagi beberapa penggemar sepakbola. Saya sebut ‘beberapa’, karena memang ada sebagian lain yang tidak menyukai permainan ini. ‘Beberapa’ tersebut mungkin juga tidak setuju dengan pendapat saya.
Sekitar dua atau tiga tahun lalu sebenarnya saya masih belum mengendus keberadaan permainan Fantasy Football. Hingga akhirnya pada pertengahan musim kompetisi 2015/16, saya mengunduh aplikasi resmi Premier League di Play Store dan mulai mengenal Fantasy Premier League (FPL). Ini adalah jenis permainan Fantasy Football khusus untuk tim-tim dan para pemain yang bertanding di English Premier League.
Secara sederhana, dalam permainan ini saya dituntut untuk menjadi manajer sebuah tim fantasi alias tim versi saya sendiri. Disediakan modal sebesar 100 juta poundsterling untuk membentuk tim yang terdiri dari 15 pemain. Lalu di setiap pekannya, saya harus menyusun line up dengan 11 pemain terbaik di tim saya dan 4 pemain lainnya menjadi cadangan.
Nantinya akan ada poin yang dikumpulkan oleh setiap pemain. Kemudian poin-poin tersebut diakumulasikan selama satu musim penuh. Adapun poin-poin yang didapat akan bergantung pada performa pemain jagoan saya di pertandingan sebenarnya. Apakah mereka mencetak gol, membuat assist, clean sheet, melakukan penyelamatan, dan berbagai aspek lain bisa memengaruhi perolehan poin di permainan FPL.
Untuk FPL sendiri, biasanya ada pihak ketiga yang membuat liga-liga privat dengan iming-iming hadiah, mulai dari uang, pulsa, jersey, sebagainya. Nah, hal itulah yang membuat saya makin bersemangat untuk memainkan permainan ini, terutama sejak awal musim 2017/18. Ada belasan liga berhadiah yang saya ikuti, dengan harapan di akhir musim setidaknya ada satu liga yang dapat saya menangi dan bisa dapat hadiah.
Masih Pemain Baru di Dunia Fantasy Football
Sejujurnya, baru di musim ini saya mengikuti permainan Fantasy Football sejak awal. Tapi baru berjalan sembilan pekan, tiba-tiba muncul perasaan yang mengganggu. Bagaimana bisa saya merasa gembira ketika mendapatkan poin tinggi di Fantasy Football, tetapi pada kenyataannya tim favorit saya mengalami kekalahan?
Sebelum mengenal Fantasy Football, kekalahan Manchester United selalu berdampak pada mood saya. Masih teringat betul ketika di awal musim 2016/17 lalu The Red Devils kalah dari Chelsea dengan skor telak 4-0 di Stamford Bridge. Selama beberapa hari saya sama sekali tidak mengikuti aktivitas Manchester United di dunia maya. Saya unfollow MU di Instagram, Twitter, Facebook, LINE, sampai recent update di BBM pun tidak saya buka.
Baca Juga:
- Pengertian Free Hit pada Fantasy Premier League (FPL)
- Tips Transfer Pemain FPL Saat Jeda Internasional
- Formasi FPL Terfavorit untuk Mendulang Poin Maksimal
Begitu kecewanya saya melihat penampilan MU yang lini belakangnya begitu rapuh. Padahal di bursa transfer musim panas 2016 Jose Mourinho sudah menggelontorkan dana sampai ratusan juta euro untuk membeli pemain baru. Kekesalan saya baru terobati setelah beberapa hari kemudian MU berhasil mengalahkan Manchester City di Piala Liga Inggris.
Saya lalu teringat ketika dulu MU pernah juga kalah, bahkan dengan skor yang lebih telak. Beberapa tahun lalu saat saya masih duduk di kelas 12 SMA, pagi itu mood saya benar-benar hancur setelah menonton berita olahraga di TV. Manchester United kalah telak 6-1 dari Manchester City, dengan selebrasi Mario Balotelli yang makin bikin saya naik pitam.
Di sekolah, beberapa teman juga membahas soal kekalahan MU. Sampai dengan pulang sekolah, mood saya masih rusak dengan hasil pertandingan itu. Tapi, badai pasti berlalu. Beberapa hari kemudian saya berhasil move on. Walau di penghujung musim, City akhirnya berhasil memastikan diri meraih gelar juara Premier League secara dramatis di pertandingan terakhir.
Kembali soal Fantasy Football, yang sekarang ini sedikit banyak telah mengubah pola pikir saya dan perasaan saya terhadap Manchester United. Di dalam hati, saya adalah seorang fans MU. Tetapi ketika sedang menjadi manajer bagi tim fantasi, saya terkadang seperti tidak terlalu peduli lagi apakah MU menelan kekalahan, bermain seri atau mungkin menang. Hal terpenting bagi saya sebagai seorang manajer tim fantasi adalah pemain jagoan saya bisa tampil bagus dan berkontribusi bagi tim, entah dengan cara mencetak gol, membuat assist, clean sheet, dan sebagainya.
Beberapa dari kalian para pembaca, yang mungkin sudah lebih lama berkecimpung di dunia Fantasy Football ketimbang saya, mungkin juga berpandangan demikian. Tetapi pasti ada juga yang bilang kalau saya terlalu baper atau lebay.
Dibilang baper, memang iya. Sebab, saya mendukung tim favorit saya sejak kecil dan selalu pakai hati. Jika tim favorit saya kalah, saya juga ikut bersedih. Ketika menang, saya ikut gembira. Tapi perasaan itu belakangan ini jadi jarang saya rasakan. Keindahan dalam mencintai dan mendukung tim sepakbola favorit saya menjadi kurang berkesan.
Fantasy Footbal seperti sudah merusak keintiman saya dengan Manchester United. Di gameweek 9 Premier League 2017/18 akhir pekan lalu, MU kalah dari Huddersfield Town (21/10/2017) dengan skor 1-2. Wajah saya bisa saja tersenyum ketika bertemu dengan teman-teman, tapi sejujurnya mood saya masih rusak sampai ketika saya menulis artikel ini. Apalagi melihat beberapa tim pesaing terdekat berhasil meraih kemenangan telak dari lawan-lawannya.
Saya mungkin merasa senang karena Nicolas Otamendi mencetak satu gol ketika Manchester City menang 3-0 atas Burnley, karena di tim FPL saya ada nama bek internasional Argentina itu. Begitu pula dengan Harry Kane, striker tim FPL saya yang sukses membuat dua gol dan satu assist ke gawang Liverpool.
Tapi di satu sisi, saya selalu berprinsip untuk tetap mengutamakan pemain Manchester United di tim FPL saya. Setiap pekan harus ada tiga pemain MU (batas maksimal pemain dari satu tim), yang menjadi starter, sisanya baru saya ambil pemain dari tim lain. Entah apakah kebiasaan ini akan saya lakukan setiap minggunya sampai dengan musim 2017/18 berakhir atau justru akan berhenti di tengah jalan. Tanggung rasanya kalau berhenti di tengah jalan, karena peluang mendapat hadiah di liga-liga yang saya ikuti juga masih ada.
Sebelumnya, saya tidak pernah merasa sesenang ini ketika tim pesaing MU meraih kemenangan. Fantasy Football rasanya memang telah betul-betul mengganggu keharmonisan hubungan saya dengan Manchester United.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus